Monday, 7 February 2011

ketika semuanya membentur tembok

Kalo nanya sekarang saya kegiatan nya ngapain? ga ngapa ngapain, ga praktek ? enggak. Kenapa? Ato ngambil spesialis aja?  nah pertanyaan-pertanyaan kaya gitu tuh sering banget saya dengar dari keluaga, kerabat, teman-eman sekolah dulu, teman-temannya suami, banyak lah.

Kan sudah lulus dokter, kenapa ga kerja? Saya ga nga-ngapain setahun ini karena sekarang peraturannya dokter harus punya STR baru bisa praktek, untuk mendapatkan STR harus lulus UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia), saya baru lulus Desember kemaren, sudah mencoba mendaftar ke beberapa rumah sakit di Jakarta, ada juga yang sudah memanggil untuk wawancara, tapi mereka lebih memilih untuk dokter-dokter yang sudah punya pengalaman kerja, sudah PTT lebih diprioritaskan, bahkan ada yang memang hanya membuka lowongan untuk dokter yang sudah PTT, dan belum cukup itu saja, sertifikatnya harus lengkap dari EKG, ACLS, ATLS, Hiperkes, dan lainnya. Fresh graduate bisa diterima di perusahaan asuransi atau di coporate rumah sakit yang ga berbau klinis lah, sedangkan saya, ingin mencari pengalaman klinis.

Kalo gitu kenapa ga kerja di klinik? kan banyak klinik-klinik di Jakarta? ia, sudah mencoba melamar juga, tapi kebanyakan klinik yang mau menerima dokter fresh graduate yang nihil pengalaman kerja seperti saya ini, berada diluar kota plus yang jam kerja nya 1x24 jam, 2x24 jam 3x24 jam 7x24jam; saya tidak bisa punya jam kerja seperti itu, tidak masalah buat saya kerja dari pagi sampai malam, asal tidak nginap, paling ga saya masih punya waktu untuk ngurus rumah , suami dan diri sendiri tentunya, saya juga harus realistis ga mungkin bisa menolong orang kalo diri sendiri ga ditolong lebih dulu.

Kan ada juga yang begitu klinik yang jam kerjanya lebih fleksibel? kali ini kenapa alesannya? Makasih yah buat yang bisa ngasih info klinik mana di Jakarta dan sekitarnya ini yang jam kerjanya mendukung karir saya sebagai ibu rumah tangga, dan... saya ga perlu nombok buat duit transportasi dan duit makan, serius, buat saya bekerja itu melayani, saya ga mikir untungnya deh, melihat pasien sembuh saya sudah merasa "dibayar". Dokter itu kan perpanjangantangan Tuhan didunia, ingat bukan dokter atau obat yang menyembuhkan, tapi Tuhan. Back to the answer, selama ini saya belum mendapatkan perkerjaan yang cocok memenuhi kriteria itu, kalopun jam kerja cocok, saya perlu nombok untuk ongkos transportasi bolak-baliknya, biar bagaimana, kita harus realistis kan?. Untuk masyarakat awam, andai saja kalian tahu uang jaga dokter umum di Jakarta dan sekitarnya ini...

Kenapa ga sekolah ngambil spesialis saja kalo gitu? andaikan segampang itu, ngambil spesialis itu perlu modal besar,plus kesiapan mental. Karena sudah menikah, saya harus mempertimbangkan pemilihan PTN dalam pendaftaran, lebih baik masih disekitaran pulau Jawa. Saya harus menggenapi syarat mendaftar, kalau di bagian tertentu minta sertifikat ACLS, ATLS, ada yang mensyaratkan harus PTT atau pengalaman klinis minimal 6 bulan, atau 1 tahun, tergantung dibagian mana kita ingin mendaftar. Belum lagi beberapa faktor yang ga pantas tulis disini karena kabarnya tidak jelas dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, andai saja... kesempatan bersekolah di Indonesia ini sama besarnya tiap orang dan lebih transparan, dunia pasti lebih indah hehehehe. Saya belum tau, apa hasil EKG yang menunjukan LVH dan foto X-ray yang akan memperlihatkan spine saya yang meliuk-liuk ini akan tidak meloloskan saya nantinya? Terlalu banyak rumor di pendidikan dokter spesialis sampai saya sendiri tidak tahu harus mempercayai yang mana, tapi seseram apapun kedengarannya itu, tidak menyurutkan niat saya untuk mencoba mendaftar sekaliii saja, kata suami saya "nothing to lose, kalo ga mencoba kan sudah pasti kalah"

Kalo gitu yah PTT saja kenapa? nah satu ini nih yang lagi saya pertimbangkan dengan matang, konsekuensi seperti apa? saya siap atau tidak menghadapi segala macam masalah yang muncul dirumah tangga saya nantinya? is it worth that much? Meninggalkan suami yang sibuk seharian bekerja demi kelangsungan hidup rumah tangga ini, dan saya main 'kabur' aja ngurusin 'orang lain' ?? semua memang ada harganya, masalahnya saya sanggup gak dengan konsekuensinya?

Kerja aja di klinik kecantikan gimana? eng... terus terang saya tertarik dengan ilmu kedokteran yang berhubungan dengan Kulit, bukan cuman soal kecantikan aja yang lagi 'naik daun' sekarang, apa saja yang berhubungan dengan Kulit dan sepaketnya lah dermato-venerologi (Kulit dan Kelamin), nah denger-denger dari kabar burung yang ga jelas, karena belum diakuinya perhimpunan dokter aesthetic di Indonesia dan masalah pelanggaran kompetensi (dari sumber-sumber yang berdengung juga alias kurang bisa dipertangggung jawabkan), maka dokter-dokter yang sudah bekerja dibidang aesthetic atau yang masuk dalam perhimpunan dokter aesthetic punya kemungkinan yang amat sangat kecil untuk bisa tembus PPDS-IPKK (Pedidikan Dokter Spesialis-Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin)  walopun bukan berarti yang enggak juga bakalan gampang masuknya. Hanya saya saya ga mau menyesal dan menutup jalan kesana dulu sebelum mencoba.

Ribet, ga usah kerja aja gimana?  Nah ini dia yang lagi saya gumuli dalah doa, saya serahkan deh semuanya pada yang Empunya Alam Semesta ini yang mana baik bagi Nya. Yang pasti Tuhan, saya ingin berkarya, ingin berguna, paling tidak saya ingin punya safety belt sendiri, saya ingin mengeluh lagi Tuhan, betapa susahnya menjadi dokter di negri ini...

picture: private practice, one of my fave drama series, taken from here

2 comments:

  1. wah ternyata jd dokter tuh ribet juga ya..
    kirain, lulus kuliah bisa langsung magang di RS beberapa bulan trus bisa langsung kerja aja gt d tempat dia magang.. hehe..

    ReplyDelete
  2. hum...kalo didaerah kayanya masih bisa yah kaya gitu, tapi tetep aja harus lulus UKDI dulu... :)

    ReplyDelete