Friday, 11 February 2011

Kenapa obat hipertensi harus diminum tiap hari?


Dokter: Punya sakit darah tinggi pak?
Pasien: Tidak dok, dulu iah, tapi sekarang sudah tidak
Dokter: Kapan terakhir tahu punya darah tinggi? Minum obat terartur?
Pasien: 1 tahun lalu, tapi sudah jarang sekarang, makanya sudah nda minum obat
Dokter: Tahu jarangnya dari mana? punya tensimeter? Kenapa tidak diminum teratur obatnya?
Pasien: Tidak dok, sudah jarang pusing, keluhan sudah berkurang. Kalau pusing, dibawa tidur, ntar juga sembuh dok, nda perlu minum obat
_______________________________________________________________________

Penggalan percakapan seperti diatas sering sekali saya jumpai saat masih koas dulu (karena sekarang ga praktek jadi ga punya pengalaman) :p
Banyak sekali pasien yang merasa penyakit hipertensi itu seperti sakit kepala. Pas ngerasa sakit minum obat, kalo ga ada keluhan ya ga perlu. Mungkin ada yang salah dengan cara edukasi dokter ke pasien, ada kesalahpahaman, bahasa yang kurang dimengerti, dan banyak alasan lainnya; tapi saya juga ingin membela diri, tidak sedikit juga saya temui pasien yang keras kepala yang bikin saya gemes banget sampe pengen ta' gigit hehehehe literally...

Karena mr.google yang amat sangat eksis di abad 21, saya tidak akan menjelaskan rinci dan panjang lebar soal hipertensi, tapi seperti biasa, saya akan memberi referensi links kalo-kalo ada yang ingin memperdalam pengetahuan hipertensi. Ditopik ini, yang saya bahas hanya soal kepatuhan minum obat pasien hipertensi yang menjadi masalah 'klasik' dokter-pasien.

Apa sih hipertensi itu?
Menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3, definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90mmHgNah untuk mengetahui ukuran tekanan darah, ya harus pakai alat pengukur sphygmomanometer atau tensimeter.
Hipertensi ini juga punya berbagai macam tipe dan klasifikasinya yang ga akan saya bahas disini. Kemungkinan besar penyakit hipertensi ini penyakit 'warisan', kita seharusnya lebih waspada jika punya keluarga dekat yang punya penyakit ini.  Kalau sudah pernah medical check up dan pernah diberi obat hiperetensi, itu artinya, seumur hidup harus minum obat hipertensi. Dalam 24jam kita ga bakal tau kapan tekanan darah kita normal, kapan tinggi. Nah, kan hipertensi ini silent killer jangan karena merasa tidak apa-apa, atau parahnya merasa "sudah sembuh" kepatuhan minum obatnya dilanggar.
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90mmHg dan mengontrol faktor risiko.

Kalau ga minum patuh minum obat, memangnya kenapa, ga ngerasa apa-apa ini?
Hipertensi ini termasuk silent killer. Jadi, biasanya hipertensi ini tidak menimbulkan gejala, nah gejala baru muncul bila sudah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Menurut  Buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3, gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kungang, mimisan, emosi berlebihan, dan pusing.
Kerusakan organ akibat hipertensi yang tidak terkontrol disebut dengan kerusakan organ akhir. Tekanan darah tinggi kronis dapat menyebabkan pembesaran jantung, kegagalan ginjal, kerusakan otak dan saraf, dan perubahan pada retina. Pemeriksaan mata pasien dengan hipertensi berat dapat mengetahui kerusakan, penyempitan arteri kecil, perdarahan kecil pada retina dan pembengkakan saraf mata.
Orang dengan tekanan darah tinggi mempunyai arteri perifer di seluruh jaringan tubuh yang meningkat kekakuan dan resistensinya. Resistensi yang meningkat ini menyebabkan otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh pembuluh darah ini. Beban kerja yang meningkat ini menyebabkan regangan pada jantung, yang akan menyebabkan abnormalitas jantung yang biasanya pertama kali tampak sebagai pembesaran otot jantung.Terapi yang tepat hipertensi dan komplikasinya dapat memperbaiki beberapa abnormalitas jantung ini.
Tes darah dan urin dapat sangat membantu dalam mendeteksi abnormalitas ginjal pada orang dengan tekanan darah tinggi. (kerusakan ginjal dapat merupakan sebab atau akibat dari hipertensi). Pengukuran kreatinin serum pada tes darah dapat menilai seberapa baiknya fungsi ginjal. Kadar yang meningkat dari kreatinin serum mengindikasikan adanya kerusakan ginjal. Di samping itu, adanya protein dalam urin (proteinuria) dapat mencerminkan adanya kerusakan ginjal kronis akibat hipertensi, meskipun jika fungsi ginjal (seperti yang ditunjukkan dengan kadar kreatinin darah) normal. Protein dalam urin merupakan sinyal adanya resiko pemburukan  fungsi ginjal jika tekanan darah tidak dikontrol. Meskipun dalam jumlah kecil protein (mikroalbuminuria) bisa merupakan sinyal akan munculnya gagal ginjal dan komplikasi vaskuler lain akibat hipertensi yang tak terkontrol.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke yang dapat menyebabkan kerusakan otak dan saraf. Stroke biasanya disebabkan oleh suatu perdarahan atau bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak.  Stroke dapat menyebabkan kelemahan, perasaan menggelenyar, atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai dan kesulitan bicara atau penglihatan. Stroke kecil yang berulang beberapa kali dapat menyebabkan demensia (gangguan kapasitas intelektual). Pencegahan terbaik komplikasi hipertensi ini atau, komplikasi-komplikasi yang lain adalah dengan mengontrol tekanan darah. -Harrison's Principles of Internal Medicine


Pengen tahu lebih lanjut soal Hipertensi :
Keterangan foto (yang ga nyambung juga ama topiknya, gapapalahyaah) : para dokter ini belum tidur selama 32 jam karena wabah demam berdarah di Manado tahun 2010. Untungnya menjelang stase pagi ampe sore hari, ga ada pasien masuk  karena udah pada tepar semua dan lack of focus :p

2 comments:

  1. hmm, saya juga punya riwayat keluarga penderita hipertensi. Yang terakhir diketahui ada pada ibu saya (terdeteksi setelah peristiwa gempa 27 Mei). Kalo anak2nya belum ada yg terdeteksi...
    Kalo hipotensi? Itu juga bisa krn faktor keturunan gak mbak grace??? hehe

    best regards,
    marulia ^^

    ReplyDelete
  2. hipotensi juga bisa diturunkan :) penyakit-penyakit warisanlah hehehe
    Lebih baik sih medical check up rutin, yah setaon sekali lah paling gak, kebanyakan di indonesia budayanya lebih suka ke mikirnya penyembukan, padahal sebenernya preventif atau pencegahan itu jauh lebih murah. Ini nih yang lagi jadi PRnya pemerintah, dokter-dokter, guru-guru disekolah, dll buat 'menggeser' pola pikir masyarakat kita :)

    ReplyDelete