Tuesday, 8 February 2011

Ceroboh

Tampaknya nama tengah saya adalah "ceroboh".
Ini keduanya kalinya terjadi salah penulisan nama dalam sertifikat yang sangat penting; yang pertama waktu ngikutin kursus GELS yang diadakan tahun lalu di RS.Hasan Sadikin-Badung, sertifikatnya dikirim kealamat ortu di pulau sebrang berhubung waktu mengikuti pelatihan tersebut saya dan suami sudah punya ancang-ancang pindah rumah-namun belum sampai tahap transaksi. Oleh karena pertimbangan, pertama: kalau ngasih alamat tempat tinggal yang lalu, takutnya pas sertifikatnya nyampe' kitanya udah ga menghuni kediaman itu lagi. Nah, kalo ngasih alamat rumah yang ancang-ancang mau dibeli suami saya, takutnya ga jadi, kan belum fix semuanya, makanya waktu itu ngasih alamat rumahnya mama papa.
Pas sertifikatnya nyampe, ternyata nama dan tahun lahirnya salah -.-'

harusnya huruf Y itu pake I dan tahun lahirnya saya 1984

Sampe sekarang ntu sertifikat blum sempet saya perbaiki lagi, beberapa kali mencoba menghubungi contact person di RSHS tapi ga bisa. rencananya bakal nitip adik saya yang memang kebetulan sedang menuntut ilmu di kota kembang tersebut.

Sekarang kasus kedua, sertifikat dari simposium Cosmetic Dermatology Update yang saya hadiri minggu lalu juga terdapat salah penulisan nama. Yang ini nih saya bingung nge-ditnya gimana yah?? Padahal waktu itu diserahkan langsung, bila terdapat salah penulisan nama bisa langsung dikoreksi, diprint lagi, kok bisa yah baru meratiin kesalahannya sekarang?

diantara huruf AE harusnya ada R, jadi ARE...

Berhubung cyber crime yang makin hari makin meningkat, jadi ada beberapa data yang memang sengaja tdak ingin saya perlihatkan.
nah tanpa cerita lebih panjang lagi, sudah mengerti kan betapa cerobohnya saya?
Jadi saudara-saudara pembaca blog saya yang saya hormati, take some time yang bener-bener fokus buat ngecek huruf per huruf dan data lainnya yang sekiranya penting dalam suatu surat berharga, jangan karena ingin buru-buru, tapi akan menyita banyak waktu dan pikiran juga belakangan.

Bersama teman-teman segenk dokter-dokter cantik :p yang menghadiri simposium Cosmetic Dermatology Update


Berfoto bersama teman-teman satu almamater yang juga mengikuti kursus GELS. Karena kita kompak datangnya terlambat, dapet tempat duduk dibarisan paling belakang, pas sebaris buat semuanya hehehe

Monday, 7 February 2011

ketika semuanya membentur tembok

Kalo nanya sekarang saya kegiatan nya ngapain? ga ngapa ngapain, ga praktek ? enggak. Kenapa? Ato ngambil spesialis aja?  nah pertanyaan-pertanyaan kaya gitu tuh sering banget saya dengar dari keluaga, kerabat, teman-eman sekolah dulu, teman-temannya suami, banyak lah.

Kan sudah lulus dokter, kenapa ga kerja? Saya ga nga-ngapain setahun ini karena sekarang peraturannya dokter harus punya STR baru bisa praktek, untuk mendapatkan STR harus lulus UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia), saya baru lulus Desember kemaren, sudah mencoba mendaftar ke beberapa rumah sakit di Jakarta, ada juga yang sudah memanggil untuk wawancara, tapi mereka lebih memilih untuk dokter-dokter yang sudah punya pengalaman kerja, sudah PTT lebih diprioritaskan, bahkan ada yang memang hanya membuka lowongan untuk dokter yang sudah PTT, dan belum cukup itu saja, sertifikatnya harus lengkap dari EKG, ACLS, ATLS, Hiperkes, dan lainnya. Fresh graduate bisa diterima di perusahaan asuransi atau di coporate rumah sakit yang ga berbau klinis lah, sedangkan saya, ingin mencari pengalaman klinis.

Kalo gitu kenapa ga kerja di klinik? kan banyak klinik-klinik di Jakarta? ia, sudah mencoba melamar juga, tapi kebanyakan klinik yang mau menerima dokter fresh graduate yang nihil pengalaman kerja seperti saya ini, berada diluar kota plus yang jam kerja nya 1x24 jam, 2x24 jam 3x24 jam 7x24jam; saya tidak bisa punya jam kerja seperti itu, tidak masalah buat saya kerja dari pagi sampai malam, asal tidak nginap, paling ga saya masih punya waktu untuk ngurus rumah , suami dan diri sendiri tentunya, saya juga harus realistis ga mungkin bisa menolong orang kalo diri sendiri ga ditolong lebih dulu.

Kan ada juga yang begitu klinik yang jam kerjanya lebih fleksibel? kali ini kenapa alesannya? Makasih yah buat yang bisa ngasih info klinik mana di Jakarta dan sekitarnya ini yang jam kerjanya mendukung karir saya sebagai ibu rumah tangga, dan... saya ga perlu nombok buat duit transportasi dan duit makan, serius, buat saya bekerja itu melayani, saya ga mikir untungnya deh, melihat pasien sembuh saya sudah merasa "dibayar". Dokter itu kan perpanjangantangan Tuhan didunia, ingat bukan dokter atau obat yang menyembuhkan, tapi Tuhan. Back to the answer, selama ini saya belum mendapatkan perkerjaan yang cocok memenuhi kriteria itu, kalopun jam kerja cocok, saya perlu nombok untuk ongkos transportasi bolak-baliknya, biar bagaimana, kita harus realistis kan?. Untuk masyarakat awam, andai saja kalian tahu uang jaga dokter umum di Jakarta dan sekitarnya ini...

Kenapa ga sekolah ngambil spesialis saja kalo gitu? andaikan segampang itu, ngambil spesialis itu perlu modal besar,plus kesiapan mental. Karena sudah menikah, saya harus mempertimbangkan pemilihan PTN dalam pendaftaran, lebih baik masih disekitaran pulau Jawa. Saya harus menggenapi syarat mendaftar, kalau di bagian tertentu minta sertifikat ACLS, ATLS, ada yang mensyaratkan harus PTT atau pengalaman klinis minimal 6 bulan, atau 1 tahun, tergantung dibagian mana kita ingin mendaftar. Belum lagi beberapa faktor yang ga pantas tulis disini karena kabarnya tidak jelas dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, andai saja... kesempatan bersekolah di Indonesia ini sama besarnya tiap orang dan lebih transparan, dunia pasti lebih indah hehehehe. Saya belum tau, apa hasil EKG yang menunjukan LVH dan foto X-ray yang akan memperlihatkan spine saya yang meliuk-liuk ini akan tidak meloloskan saya nantinya? Terlalu banyak rumor di pendidikan dokter spesialis sampai saya sendiri tidak tahu harus mempercayai yang mana, tapi seseram apapun kedengarannya itu, tidak menyurutkan niat saya untuk mencoba mendaftar sekaliii saja, kata suami saya "nothing to lose, kalo ga mencoba kan sudah pasti kalah"

Kalo gitu yah PTT saja kenapa? nah satu ini nih yang lagi saya pertimbangkan dengan matang, konsekuensi seperti apa? saya siap atau tidak menghadapi segala macam masalah yang muncul dirumah tangga saya nantinya? is it worth that much? Meninggalkan suami yang sibuk seharian bekerja demi kelangsungan hidup rumah tangga ini, dan saya main 'kabur' aja ngurusin 'orang lain' ?? semua memang ada harganya, masalahnya saya sanggup gak dengan konsekuensinya?

Kerja aja di klinik kecantikan gimana? eng... terus terang saya tertarik dengan ilmu kedokteran yang berhubungan dengan Kulit, bukan cuman soal kecantikan aja yang lagi 'naik daun' sekarang, apa saja yang berhubungan dengan Kulit dan sepaketnya lah dermato-venerologi (Kulit dan Kelamin), nah denger-denger dari kabar burung yang ga jelas, karena belum diakuinya perhimpunan dokter aesthetic di Indonesia dan masalah pelanggaran kompetensi (dari sumber-sumber yang berdengung juga alias kurang bisa dipertangggung jawabkan), maka dokter-dokter yang sudah bekerja dibidang aesthetic atau yang masuk dalam perhimpunan dokter aesthetic punya kemungkinan yang amat sangat kecil untuk bisa tembus PPDS-IPKK (Pedidikan Dokter Spesialis-Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin)  walopun bukan berarti yang enggak juga bakalan gampang masuknya. Hanya saya saya ga mau menyesal dan menutup jalan kesana dulu sebelum mencoba.

Ribet, ga usah kerja aja gimana?  Nah ini dia yang lagi saya gumuli dalah doa, saya serahkan deh semuanya pada yang Empunya Alam Semesta ini yang mana baik bagi Nya. Yang pasti Tuhan, saya ingin berkarya, ingin berguna, paling tidak saya ingin punya safety belt sendiri, saya ingin mengeluh lagi Tuhan, betapa susahnya menjadi dokter di negri ini...

picture: private practice, one of my fave drama series, taken from here

Thursday, 3 February 2011

Famous People with Scoliosis

“I had a back brace [for scoliosis] but this kid in my class [at the United Nations high school] had been a child solider in Sierra Leone, so I felt lucky.  Plus, I was taught never to dwell on it.  The feeling was, if you’ve got your arms and your legs and your health, then you can figure everything else out.” -Elettra Wiedemann  (model)




Elizabeth Taylor told America's W magazine: "I was born with scoliosis, but it has finally caught up with me. My body's a real mess. If you look at it in the mirror, it's just completely convex and concave. I've become one of those poor little women who's bent sideways. -askmen.com


 
Sarrah Michelle Gellar (famous for her role in Buffy the Vampire SLayer)



 

Most famous for her role in "Ugly Betty," Rebecca Romijn has also appeared in several X-men movies, as well as an episode of "Friends." In an interview with Ellen DeGeneres, she said:
"Everyone knows what it feels like to feel different from everyone else. When I was thirteen I was diagnosed with scoliosis and I shot up like six inches over the next four or five years and my body was just in so much pain and nobody told me that exercise would have helped that. I mean, I was like, in fact that was why I became a theatre geek, because I stayed away from sports all together, cause I was so self conscious and in so much physical pain from my body and now I do Pilates, which actually helped tremendously with scoliosis because scoliosis is something that is always there." -LOVELYish

inspiration : LOVELYish

Wednesday, 2 February 2011

Types of Scoliosis

There are four categories of scoliosis:
Idiopathic Scoliosis:
This is the most common type of scoliosis, and constitutes 80% of the cases of scoliosis. There is no know cause of idiopathic scoliosis.
It is subdivided into 3 categories:
1)Infantile Scoliosis: Birth to 3 years old
2)Juvenile Scoliosis: 3 - 10 years old
3)Adolescent Scoliosis: 10 years old to skeletal maturity

Congenital Scoliosis:
This is a rare type of scoliosis. It is often due to failures of formation or segmentation of the spine. People with congenital scoliosis will develop lateral spinal curves in infancy.

Neuromuscular Scoliosis:
In this type of scoliosis, a lateral curvature of the spine occurs due to muscular weakness or neurological disorders.

Degenerative Scoliosis:
Degenerative scoliosis occurs in adults and is due to degeneration of the spine that occurs with aging.

http://physicaltherapy.about.com/od/pediatricphysicaltherapy/ss/Scoliosis_2.htm

saatnya berkonsultasi

Selasa lalu, diawal Februari, saya punya janji sama dr. Rahyussalim, SpOT, K-Spine, nyambi bawa hasil foto thoraks yang pertama itu.
Suami saya ditengah sesi konsultasi dengan polosnya nyeletuk "yang saya heran yah doc, ibunya dia dokter, dia juga dokter, masa selama ini ga tau?" dr.rahyussalim sampe berkomentar, mungkin di almamater saya ga diajarin skoliosis kali -.-' yah diajarin lah doc, masa enggak?? saya bisa dijitak guru saya kalo begini.
Kalo secara kasat mata saya memang ga keliatan miring-miring gitu ato ada bengkok-bengkoknya hehehehehe. Saya belajar Ballet dimasa remaja yang notabene selalu make baju ketat dan butuh kesimbangan, saya beraktivitas normal selayaknya remaja, punya sahabat laki-laki maupun perempuan yang biasa ngasih masukan dan kritik, saya ga punya keluhan pegel-pegel, kalo ngaca bahkan saya ngerasa badan saya simetris-simetris aja tuh, bahkan waktu sekolah dokter dulu saya punya sahabat sahabat perempuan yang kita ngapain aja hampir selalu bareng, kalo ada jerawat dipunggung ato apa aja yang 'dirasa salah'-girl stuff qt bisa dengan bebasnya saling ngasih masukan, tapi ga ada yang 'ngeh' kalo ternyata saya skoliosis.
Bahkan waktu saya nunjukin hasil foto sama ahli jantung saya, beliau juga heran, soalnya saya tampak normal. Skoliosis saya bisa terlihat dengan menggunakan metode Adam Forward Bend. Caranya, berdiri dengan lutut sejajar dan rapat. Lalu tubuh dibungkukkan 90 derajat ke depan. Nah keliatan tuh bagian punggung yang tingginya tidak sejajar.



Saya lanjut foto lagi, akhir-akhir ini tulang belakang saya ingin ikutan eksis hehehehe.


sang ahli kemudian mengukur derajat keparahan skoliosis saya, ternyata 'masih' 33 derajat, seharusnya belum memberikan keluhan apa-apa. Match banget sama ahli jantung saya yang mengatakan semua keluhan itu beliau rasa karena hipertensi saya, bukan skoliosisnya. Saya ga butuh tindakan apa-apa,di follow-up saja sampe tahun depan, saya foto-foto tulang lagi dan dihitung lagi.

Nah, pulang dari RS, pas mao keluar parkiran, suami saya dengan lack of focus and concentrationnya dengan berhasil nabrak mobil belakangnya karena ngirain giginya udah di D ternyata dianya udah sempet mindahin ke R tapi somehow ga ingat. Untungnya bapaknya ga apa apa n baik banget, ga marah-marah gitu, tapi kita tetep bertanggung jawab kok. Malam itu juga mobil qt berdua langsung dibawa ke bengkel dan untungnya sampe pihak ketiga bisa dalam tanggungan asuransi.

Hipertensi


image source

Selasa, 31 Januari 2011 : Waktunya konsultasi ke seorang ahli jantung di sebuah RS. Swasta di Jakarta dengan membawa hasil lab dan hasil foto, katanya beliau "ah ga pa pa, ini masih terhitung normal, ga besar jantungnya" lega? yah untuk urusan jantung saya bisa bernafas lega, tapi saya ga mau take it for granted, saya harus bisa bersahabat dengan jantung saya, selama ini saya terlalu take it for granted, padahal si jantung udah bekerja 24 jam nonstop semenjak saya masih didalam kandungan sampe sekarang, tidak mengeluh, walau dia sering terlupakan, sekarang saya bertekad untuk lebih perhatian ama organ tubuh yang satu ini, selama ini saya kulit muka jadi 'anak emas' buat saya hehehehe, say rasa sudah saatnya merubah prioritas. Coba bayangin aja kalo jantungnya ngambek, ga mao kerja 3 menit ajah? idih... amit amit... *knockwood*
Menurut ahli jantung yang menangani saya, semua keluhan nyeri dada, sesak nafas, berdebar itu penyebabnya karena Hipertensi. Pertama kali ngeh punya hipertensi itu waktu jamannya koas baru alias baru koas, di bagian Neurologi tahun 2007, saya ngerasa pusiiing banget, mikirnya darah rendah karena gaya hidup koas yang tidur pagi buta-bagun subuh itu, ternyata pas di ukur tekanan darah hasilnya taraaaaaa : 160/100 mmHg semenjak itu jarang banget saya bisa mencapai 120/80, biasanya berkisar antara sistole 130-140. Nah penyakitnya koas itu suka males berobat serius, kenapa yah? waktu itu terlalu cuek, pandang enteng, ga ada waktu, dan sejuta alasan yang lainnya, kalaupun punya waktu santai, mending hibernasi di kamar kos atau jalan di mol with the ganks, nonton, semua yang hepi hepi lah, bales dendam atas semua tekanan dan stress yang luar biasa dirumah sakit. Pernah waktu itu kena thypoid, guru saya yang juga ahli penyakit tropis menyarankan untuk mencari sumber hipertensi umur muda yang ada pada diri saya, cuman waktu itu kan datengnya karena demam tinggi yang ga kunjung sembuh doc... dan sekali lagi, I didn't take it too serious...
Papa saya memang punya Hipertensi, mengingat kelainan metabolik ini kemungkinan besar akan diturunkan, yah saya rasa wajar aja saya 'diwariskan', di usia 20-an? Papa saya juga ngidap hipertensi dari usia 20-an. Tapi saya ga cuek-cuek amat lah, untungnya selera saya terhadap makanan itu ga terlalu asin, walopun kalo ngomongin asin itu relatif yah, tapi saya memang terbiasa dengan makanan yang ga terlalu ber-garam dan saya anti-penyedap dan sejenisnya, soalnya mama itu ngejaga banget pola makannya papa alhasil kita serumah bisa disimpulkan menyesuaikan dengan kebutuhan kesehatannya papa. Waktu itu saya ngerasa BELUM butuh terapi medikasi hipertensi, paling mengubah gaya hidup sudah cukup, ga ngerokok, ga minum alkohol, makannya dijaga, hindari yang mengandung kolesterol 'jahat' gorengan terutama, semua itu bisa saya lakukan dengan mudah (ngeles.com padahal kebetulan aja) cuman satu yang jadi masalah saya, olahraga... -.-'
Singkatnya saya ngerasa baik-baik saja, hipertensi ini masih bisa ke-handle, kalo dipikir-pikir.. hello?? r u a doctor?? kalau guru ku yang ahli ginjal-hipertensi ngebaca tulisan ini pasti mikir "ini orang dulu bisa lulusnya gimana ya?" ampuuuuun dokter...


image source

Sampe akhirnya diawal pernikahan saya mulai ngerasa nyeri dada kiri, teramat sangat, berdebar-debar, sakitnya menjalar sampe ke bahu, leher, kesemuran ditangan kiri beserta jari-jarinya, nyerinya bisa timbul kapan aja, the I started to think... jangan-jangan ada apa-apanya sama jantung saya. Tahun lalu saya konsul ke dokter umum diklinik dekat rumah, TDnya itu ampe 160/90, dokternya langsung ngasih obat hipertensi Amlodipin 5mg (maaph saya ga mau iklan obat paten disini) dan menyarankan konsul ke ahli ginjal hipertensi. Datanglah saya ke sang ahli hipertensi disebuah rs swasta ternama di Jakarta... saya diketawain... :( jadi katanya beliau ga mudah untuk mendiagnosa hipertensi, menurut beliau saya itu hiperansietas, negative thinker, panikan, jadi saya harus membenahi kepribadian saya. Beliau menyarankan untuk berhenti minum Amlodipinnya, dateng lagi minggu depan buat diukur TDnya, tapi udah ilfil duluan, ga akan nemuin dia lagi!
Nyeri dada, berdebar-debar, sesak, kram-kram ini muncul lagi dan lebih hebat beberapa minggu lalu membuat saya berkonsultasi dengan seorang ahli jantung, langsung di EKG dan ternyata hasil EKGnya itu udah LVH, sudah ada pembesaran ventrikel kiri jantung yang biasanya jadi penanda penderita hipertensi, tapi belum gede-gede amat cuman kata bahasa ahli jantungnya "ini aksisnya sudah mulai kelihatan" makanya saya melanjutkan pemeriksaan penunjang dengan foto thorax AP yang hasilnya memberi kejutan, tapi soal besar jantungnya menurut ahli jantung saya itu ga ada yang perlu dikhawatirkan, cuman... mulai sekarang saya udah harus rutin minum obat hipertensi, sekarang saya rutin minum Bisoprolol 2,5mg dipilih karena mengatasi berdebar-debar yang mengganggu tidur dan aktivitas saya dikombinasi Amlodipin 5mg bila TD sistolenya masih 140 atau lebih, dan yang ga kalah pentingnya, lifestyle harus diperhatikan, mulai berolah raga rutin!
Love your hearts! Don't take it for granted!

Menghitung Sudut Cobb


To use the Cobb method of measuring the degree of scoliosis, choose the most tilted vertebrae above and below the apex of the curve. The angle between intersecting lines drawn perpendicular to the top of the top vertebrae and the bottom of the bottom vertebrae is the Cobb angle.
place I found the image : http://www.aafp.org/afp/2002/0501/p1817.html


Sudut Cobb digunakan untuk menetapkan derajat kurvatura skoilotik pada foto AP. Sebutan end vertebra dipilih dari vertebra terbesar dari garis horisontal di atas apeks kurvatura dan vertebra termiring dari garis horizontal dibagian bawah apeks kurvatura. Satu garis tangensial diatas end plate dari upper end vertebra dan garis tangensial yang kedua dibawah end plate dari lower end vertebra. Garis tegak lurus memperlihatkan adanya hubungan satu sama lain. Sudut yang memotong garis tegak lurus tersebut sebagai sudut Cobb yang normalnya 0 derajat. Metode Cobb diadopsi oleh Scoliosis Research Society untuk mengukur dan menggambarkan kurva skoliosis. Metode Cobb juga digunakan untuk mengukur kifosis dan lordosis pada foto lateral.
-Rasjad Chairuddin (2003) Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi Ke II hal 75

Nah sudut Cobb ini gunanya buat apa yah? Katanya dr. Rahyussalim, SpOT, K-Spine sudut Cobb ini umumnya digunakan untuk mengambil keputusan terhadap teknik terapi operasi apa tidak, traksi atau tidak, brace, dan kalau diputuskan operasi teknik operasi mana yang digunakan. Demikian pula data mengenai sudut itu dapat pula dijadikan bahan evaluasi mengenai progresifitas penambahan sudut kelengkungan tulang belakang.

Sudut Cobb tulang belakang saya 'masih' 30 derajat, jadi masih diobservasi dulu, ga perlu tindakan apa-apa, sampai bertemu tahun depan doc!