Saturday, 23 April 2011

si setengah bule yang menuduh saya pencuri

Cerita yang saya ingin share disini adalah saya pernah dituduh mencuri, kejadiannya kurang lebih 12 tahun lalu, sudah lama memang, tapi sampai sekarang masih berbekas.
Kejadian ini bermula ketika saya masih seumur anak remaja di sekolah menengah pertama. Saya mengikuti kegiatan summer camp yang diselenggarakan salah satu majalah remaja yang cukup tenar di ibu kota. Kegiatan yang menyenangkan ini ditutup dengan sebuah kejadian yang tidak diduga sangat tidak mengenakkan hati, bekas lukanya menjadi keloid sampe sekarang hehe...;p
Setelah acara perpisahan, saya menunggu tante yang akan menjemput saya, berhubung memang di ibu kota ini biang macetnya, tante saya datang terlambat sampai akhirnya tertinggal sekitar 5 orang. Saya tipe yang ga sabaran jadi saya memutuskan untuk menunggu didepan sambil memperhatikan satu persatu taxi yang masuk dan berhenti di lobby gedung, berharap tante saya yang cantik dan baik hati segera menjemput.

Saya lupa bagaimana awalnya saya bisa ngobrol dengan seorang peserta summer camp yang sedang menunggu ayahnya datang menjemput, saya sih masih punya ingatan secara fisik soalnya anaknya bule banget, ibunya keturunan Jerman ayahnya asli suku Batak, dan yang bikin berkesan, tanpangnya ga indo, bule banget, Blondie Caucasian lah. Akhirnya tinggalah kami berdua yang belum dijemput, obrolan singkat yang masih jelas di ingatan saya ketika sebuah mobil berwarna putih entah apa mereknya masuk lobby saya bertanya "yang itu papa mu?" dan si setengah bule ini menjawab "bukan, mobil papa saya Mercy, ada mobil satu lagi warna putih tapi Mercy juga, papaku Direktur" ... =.=' ya sudahlah, silakan para pembaca berkomentar dalam hati masing-masing, soalnya ceritanya masih bersambung.

Akhirnya muncullah tante saya, bukan pake taxi, berjalan kaki pas masuk lobby hehe kasian... mungkin naek angkutan umum kesitunya, singkatnya tante saya ini membantu saya mengangat satu tas travel yang seragam bentuk dan warnanya dengan peserta summer camp lainnya, yang dibisa dibedakan dengan identitas berupa gantungan kartu nama. Kemudian kami berjalan kaki keluar gedung, menunggu taxi dari sono, taxinya si burung biru :)
Seingat saya sih, si setengah bule ini dijemput papanya cuman beda beberapa menitlah gitu. Disaat saya akan keluar gedung dengan tante saya, saya ingat saya sempat melihat mobil Mercy berhenti didepan lobby, seorang bapak turun yang langsung disambut manja sama di bule ini.

Nah dalam perjalanan, saya yang saat itu membawa telpon genggam ibu saya di hubungi oleh majalah penyelenggara summer camp yang mencari tas si setengah bule ini yang katanya hilang. Nanyanya sih saya liet apa gak, saya ga meratiin lah, wong saya udah ga sabaran pengen pulang, waktu wajah tante saya muncul dari jarak jauh saja saya girangnya minta ampun dan langsung ingin cepat-cepat pergi, ditambah lagi saya tipe yang cuek, jadi saya ga meratiin tasnya si setengah bule ini.

Akhirnya saya berbicara dengan si setengah bule ini, si setengah bule ini minta semua no telpon saya, baik no telpon tante sampe no telpon rumah orang tua saya, minta alamat lengkap tante kemudian minta alamat lengkap saya di daerah asal, terus... sampe minta nomer taxi si burung biru ini... saya kasih lah semuanya, dan saya yang masih polos banget, ga mikir kalo saya ini sedang dituduh sebagai pencuri, dipikiran saya saat itu dia akan nelpon curhat butuh teman bicara soal musibahnya... -.-'.
Beberapa saat setelah itu si setengah bule ini nelpon lagi bertanya sampe dimana, pokoknya saya dipantau terus sampe dimana, disuruh berhenti dulu taxinya karena mereka sedang mengarah kesitu. Nah telpon terakhir si setengah bule ini waktu mobil papanya berhasil menemukan taxi yang saya tumpangi, "yang itu yah grace, yang didepan?" tanyanya dengan nada kasar belum sempat saya menjawab dia langsung menutup telpon, saya sudah melihat dia turun dari mobil papanya menuju taxi burung biru langsung menyuruh sopir taxi membuka bagasi, tanpa ba bi bu mengobrak abrik isi tas travel saya, masuk ke kursi penumpang memeriksa semuanya sampe detail, mengobrak abrik ransel saya, bertanya ke sopir taxi kemudian mengobrak abrik isi tas saya lagi, nah disitulah saya menjadi tersinggung, ga ada kata maafnya langsung ngacir, eh ternyata saya masih diikuti dari belakang sampe ke tempat tante saya, sampe saya turun, dan si setengah bule ini masih memantau... saya ga tahu berapa lama dia nagkring di lorong rumah tante saya, akhirnya saya memutuskan untuk cuek. Tante saya juga merasa terhina... tapi... ya sudahlah...

Saya pikir itu akan berlalu, ternyata sakit hatinya masih berasa sampai sekarang. Di umur yang dewasa saya seharusnya mengerti, kalau saya jadi si setengah bule ini wajarlah kalo saya jadi tersangka utama, wong tinggal kami berdua sampai akhir. Tapi kok mengganjal sekali yah rasanya, ingin saya menghubungi si bule ini, tapi saya sudah tidak punya kontak dengan teman-teman summer camp. Saya masih ingin tahu, bagaimana akhirnya, apa masih bisa di temukan lagi tas travelnya ato memang sudah hilang? saya ingin si setengah bule itu tahu kalau saya sakit hati atas perlakuannya yang kasar, dan menginjak-nginjak harga diri saya.
Mana ada pencuri yang memberi tahu semua informasi pribadinya? Tidak masalah kalo dia ingin memeriksa tas travel yang bentuk dan warnanya sama itu siapa tahu saya salah mengambil, tapi apa perlu di obrak abrik tanpa bilang bilang dulu?  Trus  mengobrak abrik ransel saya juga apa untungnya? emangnya tas travel yang segede gaban itu bisa muat di ransel? emangnya saya Doraemon? :D Apa karena tampang saya yang ndeso dan kere? hehehe...
Pernah terbesit juga untuk menyurati majalah penyelenggara tersebut berisi "tulisan curhat" dan berharap akan dimuat sehingga menjadi pelajaran juga bagi anak-anak remaja yang etika pergaulannya terkikis oleh perkembangan jaman, tapi metode penulisan saya masih amburadul, tidak pede rasanya, saya juga takut, takut tidak dipedulikan, takut tidak dipercaya. Kalau ada beberapa orang menganggap "kalo emang ga nyuri yah udah cuek ajah" iah... betul... rasanya ingin sekali seperti itu, tapi ketika mengenang kembali bagaimana saya diperlakukan, sakit hati ini T_T. Saya mengerti dan sadar kalau Tuhan saja mengampuni dosa-dosa saya, bahkan rela dituduh sebagai pendosa demi dosa-dosa saya, mengapa mengampuni menjadi hal yang begitu berat yah? Padahal kejadiannya sudah lama ini berlalu... Semoga menuangkannya di tulisan membuat hati ini sedikit lebih lega, Tuhan ajarkan saya mengampuni dan mengasihi, seperti Tuhan selalu mengampuni dan mengasihi saya, seperti yang juga pernah dicontohkan bapak Paus Paulus Yohanes II mau mengampuni penembaknya yang sedang dipenjara saat itu.

No comments:

Post a Comment